Mr. Kalend, Madam Liliek dan lahirnya EECC.
Bagi para siswa dan alumni EECC Pare, kita patut berbangga karena ada cerita unik yang melibatkan Bunda kita, yaitu Madam liliek dengan pioner Kampung Inggris Pare yaitu Mr. kalend. Cerita ini akan mengenalkan kepada kita betapa kuatnya karakter dari seorang Mr. Kalend, dan juga betapa indahnya sebuah alur cerita dibuat oleh sang Maha Sutradara. Madam Liliek bisa dibilang ikut Mr. Kalend sejak awal-awal pendirian BEC, menjelang ahir tahun 70an.
Saat itu madam Liliek menjadi siswa yang paling kecil karena ketika beliau pertama kali ikut kelas Mr. Kalend adalah ketika beliau masih duduk di bangku SMP. Liliek kecil kemudian terus-menerus mengulang sampai lulus SMA. Hingga ketika Liliek muda sudah lulus SMA dan belum bisa melanjutkan kuliah, Mr. Kalend meminta Liliek muda untuk menjadi tutor di BEC untuk menemani Mr. Kalend. Jadi bisa dibilang Madam Liliek adalah staf pengajar pertama yang direkrut oleh Mr. Kalend di BEC. Liliek muda ditugasi untuk mengajar kelas dasar, sedang Mr. Kalend fokus mengajar untuk kelas lanjutan.
Ditegur murid baru
Setelah sekian lama mengikuti kelas dari Mr. Kalend, tentu secara kapasitas sudah tidak ada masalah untuk mengajar siswa baru. Namun yang menjadi masalah adalah kebanyakan peminat kursus bahasa Inggris di BEC waktu itu adalah mereka yang sudah “berumur”. Ada yang sudah tamat kuliah dan ada juga yang sudah bekerja dan bahkan sudah berkeluarga. Sedang Liliek muda adalah gadis yang memiliki tubuh yang mungil. Jadi ketika pertama kali masuk kelas dan semua siswa baru sudah duduk rapi menunggu sang tutor, Miss Liliek masuk dan langsung duduk di depan, di tempat duduk guru. Beberapa siswa langsung menegur, “heh anak kecil… duduk sini dibelakang, itu tempat duduk guru, gak sopan kamu”. Sambil tersenyum, Miss Liliek membuka kelas dan mulai menyampaikan materi. Dari situlah mereka mengerti bahwa hari-hari mereka kedepan akan diajar oleh seorang gadis kecil.
Menemukan jodoh di BEC
Setelah beberapa tahun menjadi pengajar di BEC, Liliek muda akhirnya mendapatkan jodoh dari “jalur” BEC. Lelaki itu tidak lain adalah Mr. Nur Akhlis yang saat itu juga belajar di BEC. Aklish muda adalah “The Best One” atau lulusan terbaik BEC program TC periode 33 tahun 1991. Meskipun bukan anak kandung, namun Mr. Kalend sudah menganggap Liliek muda waktu itu seperti anak sendiri. Mr. Kalend juga berinisiatif untuk melakukan resepsi di BEC, meskipun acara syukuran pernikahan juga telah dilakukan di rumah orang tua Miss Liliek.
Setelah mengajar selama hampir sepuluh tahun di BEC, tentu Miss Liliek telah memiliki banyak sekali murid dan “pengagum”. Sehingga berita pernikahan pun akhirnya juga menyebar ke seluruh alumni BEC waktu itu. Kiriman kado pernikahan terus berdatangan bahkan berbulan-bulan setelah pernikahan. Sebagian “pengagum” juga sempat untuk menyelipkan surat yang isinya adalah curhat patah hati.
LDR
Setelah menikah, Miss Liliek dan Mr. Akhlis melanjutkan kehidupan mereka seperti sedia kala. Miss Liliek tetap mengajar seperti biasa di BEC, sedang Mr. Akhlis kembali ke Lirboyo untuk mendirikan kursus bahasa Inggris sambil mengabdi disana. Mr. Akhlis pulang di rumah Miss Liliek hanya weekend saja, itupun seringkali tidak pulang karena mempertimbangkan biaya transportasi. Maklum, waktu itu adalah masa-masa merintis kehidupan keluarga baru mereka. Meski demikian, kehidupan keluarga baru itu penuh dengan kebahagiaan. Kebahagiaan itu bertambah ketika mendapati bahwa Miss Liliek tengah hamil mengandung anak pertama mereka.
Diberhentikan dari BEC
Rumah Miss Liliek (yang juga rumah orang tuanya, dan sekarang menjadi EECC), terletak Jl. Flamboyan sekitar 1,5 km ke arah timur dari BEC. Dari dulu Miss Liliek memang lebih suka berjalan kaki ketika menuju BEC, hanya sesekali saja naik sepeda. Kebiasaan itupun masih berlanjut sampai ketika beliau hamil dengan perut yang sudah mulai agak membesar. Melihat itu, Mr. Kalend merasa tak sampai hati dan akhirnya beliau mebuat keputusan.
Beliau memanggil Miss Liliek dan kemudian berkata, “Nak, mulai besok kamu tidak usah ngajar disini lagi”. Miss Liliek kaget mendengar itu. Namun kemudian Mr. Kalend melanjutkan, “Saya tidak tega melihat kamu jalan sejauh itu dengan kondisi seperti ini. Mulai besok, kamu buka kursus sendiri di rumah. Kasih nama yang bagus. Nanti bilang bahwa ini adalah cabang BEC. Nanti materi dan metodenya disamakan seperti disini. Nanti kamu buka untuk program dasar 3 bulan saja, setelah itu siswamu bawa kesini langsung masuk TC”.
Mendengar penjelasan itu, Miss Liliek merasa terharu dan bersyukur, itu karena memang rasa letih sudah mulai dirasa sebab kehamilanya yang sudah mulai membesar. Namun kemudian Miss Liliek bertanya, “Untuk kelas saya yang disini bagaimana Pak? Siapa yang akan menggantikan mengajar?” Seperti memang sudah direncanakan, Mr. Kalend kemudian menjawab dengan cepat, “Suamimu, Akhlis, minta dia untuk pulang ke Pare, ngajar disini saja, menggantikan kamu di BEC.
Dan lahirlah EECC
Sesuai dengan saran dari Mr. Kalend, Miss Liliek bersama sang suami, Mr. Akhlis, mendirikan kursus di rumah orang tua mereka. Dan kerena belum memiliki ruang kelas, ruang tamu rumah kecil itupun dirubah menjadi ruang kelas yang sebenarnya hanya muat untuk beberapa orang saja. Sementara itu, di BEC, beberapa calon siswa datang berniat untuk mendaftar disana. Tapi saat itu Mr. Kalend berkata kepada mereka, “BEC sudah penuh, sudah tidak menerima siswa lagi sekarang”. Para calon siswa itupun kaget, karena BEC sepertinya belum tampak ramai penuh. Kemudian Mr. Kalend melanjutkan, “Tapi jangan khawatir, kamu belajar di cabang BEC saja, mari saya antar kesana sekarang”.
Mr. Kalend kemudian mencarikan becak dan membawa mereka ke EECC. Waktu itu sudah agak larut malam, dan juga kebetulan mulai turun hujan. Setelah sampai di rumah Miss Liliek, Mr. Kalend dengan baju yang agak basah, mengetuk-ngetuk pintu rumah itu dan setelah bertemu Miss Liliek, Beliau langsung berkata, “Ini siswa baru, biar belajar disini, BEC sudah penuh”. Setelah itu, beliau langsung pamit untuk pulang.
Sejak saat itu EECC mulai mendapatkan siswa dan jumlah siswanya semakin ramai setiap tahunnya seiring dengan bertambah ramainya Pare. Terlebih lagi ketika mulai muncul istilah kampung Inggris Pare di akhir tahun 90an. BEC biasanya hanya cukup membuka pendaftaran setengah hari saja dan langsung penuh untuk kuota 400 siswa untuk satu periode. Sedang calon siswa yang lain, yang tidak bisa masuk ke BEC akan diminta untuk mendaftar masuk ke cabangnya, EECC. Namun EECC juga juga semakin tidak sanggup untuk menampung “limpahan” siswa BEC itu. Seringkali kuota EECC 200 siswa itu habis dalam setengah hari.
Lantas bagaimana dengan calon siswa yang lain? Seperti gurunya (Mr. Kalend), Miss Liliek dan Mr. Akhlis sudah sepakat untuk tidak menambah jumlah kuota lagi karena di Pare sudah mulai muncul beberapa lembaga kursus baru setiap tahunnya. Akhirnya para calon siswa itu mendaftar dan belajar di beberapa kursusan lain (yang bukan cabang BEC) di sekitar BEC. BEC sendiri akhirnya juga menambah jumlah cabang lagi yaitu Happy English Course (HEC 1) berdiri tahun 1997 dan Happy English Course 2 (HEC 2) berdiri tahun 2005.
Begitulah bagaimana karakter yang kuat dari seorang Mr. Kalend dan ketulusan hati dari Madam Liliek bisa kemudian merubah sebuah kampung yang saat itu masih sangat jauh dari kata modern, bisa menjadi pusat pembelajaran bahasa Inggris di tanah air, dan dikenal dengan julukan “KAMPUNG INGGRIS PARE”.